- Selasa, 28 April 2015

Ketika Negeri Pawang Banjir Jadi Sumber Inspirasi Walikota Risma

Hari itu, hujan deras mengguyur Kota Pahlawan. Di dalam Innova pribadi miliknya, sesosok perempuan berkerudung hitam lantas memandang langit dengan mulut komat-kamit merapal doa. Sambil tetap memegang handy talky, ia terus bertukar pembicaraan mulai dari kepala SKPD hingga penjaga rumah pompa. Jika hujan terus terus turun, tamu istimewanya biasanya datang. Banjir. (1)

Surabaya ialah satu dari sekian banyak kota metropolitan di Indonesia yang langganan banjir. Walikota Tri Rismaharini paham betul, ia tak bisa hanya mengandalkan 54 rumah pompa yang dimiliki pemerintah kota Surabaya. Strategi penanganan banjir itu diarahkan pada manajemen air. ”Kalau hanya mengandalkan pompa air, biaya operasionalnya besar,” ujar dia. (2)

Manajemen sistem drainase menjadi andalannya dalam menangani banjir di Surabaya. Saluran air dirancang berukuran besar agar mampu menampung air sebanyak-banyaknya dan dulu difungsikan sebagai irigasi sawah. Kini saluran itu disulap menjadi saluran drainase yang letaknya lebih rendah daripada daratan sekitarnya. Caranya ialah memasang box culvert sepanjang12 kilometer dengan lebar 12 meter dan kedalaman 4 meter.

Tak cukup dengan proyek box culvert Banyu Urip, Pemkot Surabaya mengalokasikan dana APBD untuk membuat sistem drainase di jalan-jalan protokol kota lainnya seperti Jalan HR. Muhammad, Raya Gubeng, dan Raya Diponegoro. Jalur pedestrian itu dilengkapi box culvert selebar 4 meter dengan kedalaman 2 meter.

Tak bisa dipungkiri, ide-ide walikota Risma membangun Surabaya tercetus usai menimba ilmu di Belanda. Risma kagum dengan tata kota di Belanda yang menurutnya terintegrasi antar sektor. Kesan itu didapatnya saat ia masih menjadi pegawai negeri sipil di Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko). Pada tahun 1996, ia memperoleh kesempatan belajar tata ruang dan perencanaan kota baru di Rotterdam. Diklat tersebut merupakan rangkaian dari proyek Integrated Urban Development Management (IUDM) yang diselenggarakan oleh Institute for Housing and Urban Development Studies (IHS). (3)

“Saya dapat banyak ilmu, karena di sana diajarkan agar kita berpikir tentang integrasi dan bagaimana dampaknya, bukan sekedar membangun. Karena semua harus ada impact-nya. Misalnya ke pendapatan kota, terhadap sosial ekonomi, dan masyarakat,” kata dia.

Menurutnya, integrasi menjadi perhatian utama Belanda dalam menata kota. Mulai sistem drainase untuk mengatasi banjir, transportasi masal, hingga bagaimana menjaga warisan budaya. Selain itu, Belanda selalu berpikir jauh ke depan. “Bukan hanya 10 tahun, tapi berpikir 100 tahun ke depan. Mereka juga berpikir impact dari setiap pembangunan,” papar arsitek berusia 53 tahun tersebut.

Mengelola air telah menjadi keahlian Belanda sejak abad ke-17, bahkan bisnis besar. Berdasarkan data Netherlands Water Partnership, pada tahun 2008 saja para insinyur hidrolik Belanda dan industri terkait mendatangkan dana $10 miliar berkat ekspor teknologi tinggi di bidang manajemen air ke seluruh dunia. (4)

Di sisi lain, setelah sukses membangun berbagai gerbang laut dan tanggul, para desainer dan insinyur Belanda kini menambah teknologi baru dengan melibatkan alam. Belanda mulai mengelola air di masa depan dengan kembali ke ilmu-ilmu dasarnya; memanfaatkan bahan-bahan alami, meniru sistem alam, dan memanfaatkan tenaga alam.

Contohnya ialah Sand Engine atau Sand Motor (Mesin Pasir) pada tahun 2011. Sand Engine adalah metode inovatif untuk melindungi pantai dengan memanfaatkan angin, gelombang, dan arus laut. Ketiganya akan menyebar pasir secara alami di sepanjang pantai Zuid-Holland di Ter Heijde. Secara bertahap, Sand Engine akan berubah bentuk dan akan sepenuhnya masuk ke bukit-bukit pasir dan pantai. Sehingga pantai akan menjadi lebih luas dan lebih aman.

(Photo courtesy of Rijkswaterstaat/Joop van Houdt)

Proyek seperti Sand Engine menggambarkan potensi dan tantangan ke depan dalam pengelolaan banjir berisiko. Selain efektif dalam pembiayaan, infrastruktur baru dikembangkan dengan meminimalisir dampak lingkungan dan beradaptasi terhadap perubahan iklim.

Salah satu solusi lain ialah menggunakan organisme hidup sebagai penyangga alami, contohnya hutan bakau. Pakar biologi laut sebuah lembaga nirlaba di bidang ilmu terapan, Mindert de Vries mengatakan, hutan bakau cenderung mampu menangkap sedimen dan tumbuh seiring kenaikan permukaan air laut. “Tanggul hybrid dapat dilakukan dengan menanam vegetasi seperti pohon-pohon gandarusa di sisi arah laut guna menyerap pukulan pertama laut. Tanggul itu lebih murah dan lebih tahan lama dibandingkan tanggul tradisional,” kata dia. De Vries memperkirakan, metode itu menghemat biaya sekitar 30 persen.

(Photo courtesy of Deltares)

Peneliti Belanda lain melakukan pengembangan bahan tanggul baru, yakni semen fleksibel atau batu penyerap energi, sebuah geotekstil yang mencegah erosi internal, dan rumput superkuat yang meredam gelombang air.

Selain memperkuat pertahanan banjir dengan sistem alam, para ilmuwan Belanda dan insinyur juga mengembangkan Smart Dikes (Tanggul Cerdas), sebuah tanggul dengan sensor tertanam. Sensor itu akan menyampaikan laporan status real-time melalui menara seluler kepada para pengambil keputusan. Pemberitahuan awal tersebut memberikan waktu untuk perbaikan atau bagi warga yang ingin mengungsi lebih awal.

(Photo courtesy of Humas Pemerintah Kota Surabaya)

Tampaknya inspirasi Negeri Van Oranje itu akan terus melekat di benak Walikota Risma. Sejak kedatangan Menteri Infrastruktur dan Lingkungan Hidup Belanda Melani Schultz pada 4 April 2014 silam, ia menegaskan akan terus mengirimkan 10 stafnya untuk belajar ilmu drainase di Belanda. Selain untuk meningkatkan kapasitas kemampuan staf di bidang drainase, mereka juga diutus untuk belajar tentang transportasi di sana. “Saya optimis Surabaya bisa dengan mudah mengatasi problem banjir.” (5)

(*) Artikel ini ditulis sebagai partipasi dalam Holland Writing Competition 2015 yang diselenggarakan oleh Nuffic-NESO Indonesia dan NVO


REFERENSI:

(1) http://www.enciety.co/risma-selalu-deg-degan-kalau-hujan-turun/
(2) http://www.jawapos.com/baca/artikel/12811/jurus-baru-wali-kota-tri-rismaharini-kelola-surabaya-2
(3) Wawancara langsung dengan Tri Rismaharini di gedung Indosat Surabaya, Sabtu 25 April 2015
(4) http://e360.yale.edu/feature/to_control_floods_the_dutch_turn_to_nature_for_inspiration/2621/
(5) http://regional.kompas.com/read/2014/04/04/1632443/Risma.Kirim.Stafnya.Belajar.Ilmu.Drainase.ke.Belanda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar